Kau Abadi Dalam Puisi

Kau Abadi Pada Puisi
: Sang Bayang

Sekian bulan kita terpisah. Melewati jalan berbeda, dari pintu yang tak pernah terbuka. Bahkan kini–kau telah mengunci rapat, hingga aku tak mampu lagi melihat setitik debu katamu.

Namun, di luar kuasa sajak dan kemauan, kau selalu datang dari balik jendela kaca, dengan leluasa menatap gerak langkah dan desah nafasku di pelataran kata yang mulai terjeda.

Keindahan itu telah sirna. Seribu puisi yang pernah berimaji telah musnah dengan seribu tanda tanya, seiring lalunya waktu yang tak pernah menunggu.

Di antara diamu. Aku masih melaju dengan sisa semangat dan tekad yang masih tersemat. Aku melangkah dengan seberkas sinar putih wajahmu yang mendekat serupa malaikat, lewat bergegas menepi pada persinggahan hati. Sebagai penerang. Sebagai pelipur lara sepenggal jiwa yang pernah terluka.

Walau tanpa bunyi dan suara tawamu mengganjil. Malam wajahmu begitu jelas melintas–tanpa perentas. Pada kesunyian malam yang kelam, aku tak mampu berpaling dari senyumu yang pernah mengukir dadaku. Aku tak pernah mampu mengugurkan seribu bayangmu dari dalam lantunan imaji bait-bait puisi.

Ambarawa, 08:58PM-08012012