RSS

MENERJEMAHKAN DAN MENGANGKAT PUISI KE JENJANG LEBIH TINGGI

04 Mei

MENERJEMAHKAN DAN MENGANGKAT PUISI KE JENJANG LEBIH TINGGI

Bahasa adalah sesuatu yang unik dan khas bagi masyarakat atau bangsa yang menggunakannya, sehingga penerjemahan karya sastra merupakan sesuatu yang unik dan menarik pula untuk dilakukan, karena kegiatan ini mampu merangsang para penterjemah untuk mengungkapkan rahasia-rahasia bahasa yang digunakan dalam sebuah karya, terlebih sebuah puisi.

Meski menerjemahkan sebuah karya/puisi bukanlah pekerjaan yang mudah seperti yang dikemukakan oleh penyair dan penerjemah asal Perancis, Yves Bonnefoy dalam esainya “Translating Poetry” yang mengatakan :

“The answer to the question, ‘Can one translate a poem?’ is of course no” (1992 : 186)
(Kalau ada yang bertanya, “Apakah puisi itu bisa diterjemahkan?”, maka jawabnya pasti tidak).

Dengan adanya pernyataan Yves Bonnefoy ini, bukan berarti para penterjemah tidak boleh/bisa mengapresiasikan sebuah karya, sebab bagaimanapun juga, siapa saja berhak untuk menterjemahkan dengan esensinya sendiri berdasarkan tingkat pemahaman dan reaksi emosi masing-masing penerjemah ketika hendak menafsirkan. Keadaan ini tidak menutup kemungkinan jika dalam penerjemahan sebuah karya akan muncul banyak perbedaan bahasa yang digunakan, dan ini adalah hal yang wajar, alasanya; jangankan dalam dua bahasa yang berbeda, dalam satu bahasa saja bisa memiliki perbedaan bentuk dan makna liguistiknya. Kurang lebihnya begitulah yang terjadi pada bahasa yang digunakan dalam sebuah puisi. Selain itu, tidak semua puisi menggunakan kata yang berada dalam makna harfiahnya ketika melukiskan sebuah gambaran atau bahkan hanya sekedar membangun citra untuk menciptakan efek khusus yang menonjolkan rima tertentu.

Pada dasarnya semua puisi bisa diterjemahkan meski kenyataanya akan kita jumpai hasil yang berbeda, sebab ketika menerjemahkan sebuah karya, para penterjemah dihadapkan pada banyak kontradiksi yang kadang tidak bisa diatasi, bahkan tidak jarang ada sebagian dari makna yang hilang, ini dikarenakan dalam proses penerjemahannya telah ada diksi yang terpenggal/dikorbankan. Namun, walau bagaimanapun juga, menterjemahkan sebuah puisi, jauh lebih kompleks dibandingkan dengan menterjemahkan teks-teks lainya, dan tidak dinafikan pula jika bahasa ungkapan yang digunakan dalam seni penyairan merupakan bahasa khusus yang berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam teks-teks lain.

Mengapa kegiatan menterjemahkan puisi ini dipandang menarik?

Kegiatan ini telah merangsang individu tertentu untuk bisa menggerakan kesadaran atas reaksi emosional seseorang terhadap sebuah karya dengan realitasnya. Sebab dalam penterjemahanya akan membangkitkan tingkat kreatifitas yang arif dan lebih terarah hingga memunculkan metapuisi-metapuisi baru yang mampu diperhitungkan keberadaanya di tengah kehidupan masyarakat dan realitanya. Meta puisi sendiri, menurut Holmes diungkapkan sebagai sebuah karya yang berbeda dengan karya asli namun memiliki keterikatan yang tak bisa dipisahkan seperti hubungan sebuah puisi asli dengan realitasnya. Pernyataan Holmes ini juga diperkuat oleh penyair Meksikko, Oktavio Paz yang menyimpulkan, bahwa kegiatan yang dilakukan seorang penerjemah, sama seperti kegiatan yang dilakukan oleh seorang penyair ketika menulis sebuah Puisi. Perbedaanya hanya terletak, pada saat menulis sebuah puisi tidak semua penyair mengetahui hasil akhir dari karyanya, sedangkan penerjemah mengetahui jika teks yang ia tulis harus mereproduksi puisi dan sadar jika hasil yang diperolehnyapun bukanlah sebuah salinan yang tepat, melainkan ia hanya sebuah transmisi/media penyampaian dari puisi asli yang ditegaskan pula oleh Paul Valery : jika sebuah terjemahan puisi yang baik adalah sebuah produksi yang menghasilkan kesamaan dampak, yang dilakukan dengan sarana/media berbeda.

Sampai disini, jika sebuah penerjemahan puisi merupakan sebuah sarana, maka secara tidak langsung bahasa asli puisi akan tetap bergema dalam terjemahannya. Dengan demikian, kita tidak bisa menggaris bawahi jika kegiatan penerjemahan puisi hanya sebagai kegiatan/pekerjaan yang mencari persamaan/padanan dari puisi asli yang sedang dikaji. Begitupun sebuah terjemahan yang bisa dibaca seperti bahasa asli tidak bisa dikatakan sebagai terjemahan yang baik, sebab terjemahan yang baik harus transparan, dalam arti tidak menutupi teks puisi asli, melainkan mengusahakan agar kemurnian bahasa asli tetap terjaga dan transparan. Dengan demikian dapat kita tarik kesimpulan jika terjemahan hanyalah berfungsi sebagai pelengkap yang sangat penting, karena dengan adanya terjemahan, teks asli akan bisa berkembang ke tingkat yang lebih tinggi.

*Sang Bayang | N Al-Fat Bay AG*
Ambarawa, 02 : 06 – 03.05.2013

 
22 Komentar

Ditulis oleh pada 4 Mei 2013 inci Sudut Pandang

 

Tag: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

22 responses to “MENERJEMAHKAN DAN MENGANGKAT PUISI KE JENJANG LEBIH TINGGI

  1. Pri

    7 Mei 2013 at 07:01

    Huhuy……
    Tulisan keren….
    Sebenarnya persoalan penerjemahan sastra, baik puisi atau prosa menuai perdebatan panjang. Terlebih puisi. Beberapa orang mengatakan tidak elok jika puisi diterjemahkan. Namun, beberapa pakar yang dijadikan landasan argumen diatas, sepertinya sudah mendukung pentingnya puisi diterjemahkan. Dalam dunia sastra, siapa yang tak mengenal Octavio Paz berarti celaka! Dan pendapat Paz diatas memang bisa dijadikan sebagai landasan berpikir.

    Dalam teori penerjemahan yang agak akademis, ada beberapa nama: Susan Basnet, atau Mona Baker yang merumuskan teori penerjemahan. Baik itu teks biasa maupun teks sastra. Beberapa metode telah dirumuskan bagaimana teks sastra, khususnya puisi, dapat diterjemahkan dengan meminimalisir makna yang terredusir.

    Namun, jika dikatakan penerjemahan puisi akan mengangkat puisi ke jenjang lebih tinggi (posisi lebih terhormat maksudnya?), itu tidak selamanya terjadi. Hal itu juga tergantung dengan kapabilitas si penerjemahnya. 😀

     
    • SanG BaYAnG

      19 Mei 2013 at 01:57

      Ya.., dan benar sekali jika tidak selamanya penenrjemahan puisi mampu mengangkat puisi ke jenjang lebih tinggi, namun setidaknya itu mampu membuka peluang bagi sebuah puisi untuk lebih bisa membuka dirinya untuk bisa lebih mudah dipahami. Begitupun dengan kapabilitas penerjemah itupun diharapkan mampu menjembataninya dan ini merujuk pada sebuah ungkapan saya tentang “Puisi hanya terlihat bagus kemudian disukai apabila kita mengenal dan saling kenal”, dalam arti keselarasan pengertian dan meosi diantara penyair dan penerjemah yang berkesinambungan akan lebih mudah membawa puisi kejenjang lebih baik atau lebih mudahnya, semakin banyak dibicarakan akan semakin terangkat pula puisi tersebut.

      Hehehe.., Solo gimana..??? Masih lancar dan aktif teruskah..??? 😀

       
  2. sunarno2010

    6 Mei 2013 at 08:06

    jangankan yang terjemahan, puisi yang masih dalam bahasa sendiri saja banyak memunculkan multi tafsir dan menurut saya itu sah-sah saja tergantung bagaimana yang membaca melekatkan makna

     
    • SanG BaYAnG

      7 Mei 2013 at 02:22

      Ya.., benar sekali Mas. Seperti yang tersebut dalam catatan ini pula “jangankan dalam dua bahasa yang berbeda, dalam satu bahasa saja bisa memiliki perbedaan bentuk dan makna liguistiknya”. Mungkin karena itu jugalah sebuah puisi seringkali disebut sebagai teks multi tasfir.

      Terimakasih atas apresiasinya Mas..
      Salam santun dan takzim selalu.. 🙂

       
  3. ChokoO

    5 Mei 2013 at 16:12

    😀

     
  4. SanG BaYAnG

    5 Mei 2013 at 06:34

     
  5. ruangimaji

    5 Mei 2013 at 01:06

    Menerjemahkan puisi merupakan salah satu bentuk kecintaan kita pada karya sastra. Kegiatan ini menjadi sesuatu yang menarik dan menantang karena tidak hanya sekedar menerjemahkan kata per kata, namun juga rasa.

     
    • SanG BaYAnG

      5 Mei 2013 at 01:17

      Yeah.., begitulah Mas. Setidaknya ada reaksi keselarasan emosional yang tak bisa dipisahkan dengan realitanya.. 🙂

      Terimakasih banyak atas apresiasinya Mas..
      Salam santun dan takzim selalu..

       
      • ruangimaji

        5 Mei 2013 at 09:19

        Terima kasih, salam santun dan takzim pula senantiasa…

         
        • SanG BaYAnG

          6 Mei 2013 at 01:35

          Sama-sama Mas..

          Salam santun dan takzim selalu.. 😀

           
  6. Ted

    4 Mei 2013 at 11:10

    Reblogged this on Coretan Hati and commented:
    Masih sulit caranya agar terlihat berpuisi. Terakhir berpuisi pas ujian praktek di SMA. Baca puisi mirip sama wakil bupati nomor 3 si Muhyi Abidin..hahaha

     
    • SanG BaYAnG

      5 Mei 2013 at 01:24

      Wah seperti baca undang-undang dasar juga asik tu kayaknya mas.. :mrgreen:

       
      • Ted

        2 Juni 2013 at 14:34

        itu mah tiap hari Senin, tetep kayak tahun 45…dulu ngakak sendiri pas ujian praktek Bahasa Indonesia harus baca puisi di depen temen2, GATOT! Malu euy…

         
        • SanG BaYAnG

          15 Juni 2013 at 04:08

          Hehehe.., namanya jua belum terbiasa.. :mrgreen:

           
  7. cumakatakata

    4 Mei 2013 at 05:54

    menyimak dengan secangkir kopi….

    setiap orang bisa berimajinasi dengan puisi, sehingga lahir pemahaman yang berbeda dari orang yg berbeda.. halah… opo iki.

     
    • lambangsarib

      4 Mei 2013 at 06:41

      sepakat cumakatakata

       
    • SanG BaYAnG

      5 Mei 2013 at 01:15

      Wah.., suwe ndak ketemu kata-katane makin matebs ae rek..hahahaha..

      Darwis nok Suroboyo wingi kae sampean mangkat ta ora Mas Cumakata.. 🙂

       

Tinggalkan Komentar Semanis Mungkin Ya..???