Dari Puisi Kembali Pada Puisi
Lirik Puisi Bebas : Sang Bayang
Berapa malam kuinjak jejak kala bulan menyala terang. Tak pernah menghitung bintang. Menolak datang berapa bintang satu tak terpetik.
Dan aku bilang tidak. Sekali lagi. Tidak ketika aku berkata membantah βini puisi tak menjelmakan isi hatiβ. Sebab kata seribu kali permata, lebih berharga mengangkangi dada.
Ego membelenggu di kurungan waktu. Malam memasung gelap sembunyikan diri. Di dalam sunyi tak sanggup lari ketika takdir membuka jalanya sendiri. Mungkin ini karma—datang tanpa permisi. Membawa partitur-partitur jiwa. Melekat erat. Tertanam. Sedang kau; bukan biji pilihan yang bisa tumbuh di sembarang tempat.
Walau kusiram dan menguras habis telaga air mata. Percuma menggenggam matahari pagi ketika sejuk pasti berlari. Dan kau hanyalah biji mati. Tak akan pernah menyembulkan daun. Terlebih menguncup. Sedang kebodohanku adalah bila tetap menunggu.
Hari meluncur berganti ketika aku kembali. Kembali menjadi diri. Kembali menulis puisi. Dengan tangan dan kaki. Aku berdiri. Berjalan. Sendirian. Tanpamu. Biji menggantung tak bakal bertunas di atas awan. Melintas tak tumbuh kemudian jatuh, kemana suka rebahkan tubuh.
Biar waktu berlalu dan bulan timbul tenggelam. Bergantian mengisi hari. Sedang kesetiaanku adalah memeluk malam berkawan sunyi. Walau abadi menjadi pengingkar nurani. Makar terhadap diri. Biarlah sunyi bersemayam. Dalam diri. Dalam hati. Menguasai setiap lekuk tubuh pikiran berlari.
Biar kupeluk malam memangku emas dipalung jiwa tak bersekat. Mengharap bintang menyala terang-di kesunyian turunkan hujan seteguk air. Padat mengisi bilik hentakan bisu pembaringan sendu. Serupa uluran tangan galah kayu bangkit menjadi pohon. Sebatang tumbuh bersemi. Menabur kuncup mekar—di pelataran. Tebarkan harum tanpa bunga. Di cipta wangi mengurai diri. Dalam puisi dan kata. Dalam makna. Tertulis dengan sepenuh jiwa.
Biar sebiji hati merambah jalari bumi. Nadi mati bernafas kembali. Tersenyum indah berkawan sunyi. Mengarungi malam dengan nyala api. Panas—membakar. Kayu lapuk menjadi abu. Kemudian tumbuh kembali dengan tetesan embun. Mengusung sejengkal jiwa kedalam tungku. Berkobar. Tak lagi di pasung gusar. Binar menjelajah malam. Gelap tak lagi terperangkap kelam. Menanti fajar sebentar lagi pergi. Menghilang remang mentari bersinar. Penuh warna bertabur pesona. Menghias seribu malam kedepan. Mengasah sebilah jiwa dengan satu cinta. Pada puisi dan Kata. Tanpamu perempuan kaca.
Ambarawa, 25 November 2012
Acep Aprilyana
1 Desember 2012 at 11:26
Aslkm..
punten, ngiring ngalangkung..
SanG BaYAnG
2 Desember 2012 at 02:19
Mangga..
Silahkan.., pake saja sendalnya ya.. π
Mila
25 November 2012 at 23:34
puisi itu romantic :), pengungkapan bahasa yang tak biasa π
SanG BaYAnG
26 November 2012 at 02:22
Hmm.., biasanya bagaimana ya Mbak Mila.. π
Terimakasih banyak atas apresiasinya Mbak..
Mila
26 November 2012 at 21:43
ya namanya juga wanita, puisi itu tergantung siapa yg memberi π
SanG BaYAnG
27 November 2012 at 02:02
Hihihih.., bagaimana kalau yang ngasih SBY..
Ely Meyer
25 November 2012 at 21:58
perempuan kaca itu spt apa ya Kang ? π
SanG BaYAnG
26 November 2012 at 02:20
Yang bisa mencerminkan diri.. :mrgreen;
izzawa
25 November 2012 at 17:52
gelang cewek nya bagus (salah fokus)
tapi lebih bagusan puisinya π
SanG BaYAnG
26 November 2012 at 02:19
Ha.., itu kacamata di avat juga bagus..hehehe..
lambangsarib
25 November 2012 at 17:14
TOP
SanG BaYAnG
26 November 2012 at 02:16
Terimakasih Om.. semoga bisa ketemu Markotop.. π
lambangsarib
26 November 2012 at 12:04
eh, sang bayang dimana tinggal dimana ?
SanG BaYAnG
27 November 2012 at 01:52
Nah.., untung tanyanya tidak pas saya sakit kemarin.. π
Saya tinggal di Ambarawa-Semarang Om.., jika melewatinya silahkan mampir Om.. π
lambangsarib
27 November 2012 at 10:16
Yang teringat Palagan Ambarawa, dulu sering lewat sekarang tidak pernah lagi,
SanG BaYAnG
28 November 2012 at 02:03
Wah.., sayang ndak lewat lagi..
Kalau nyampe sana lagi silahkan mampir Om.. π
lambangsarib
28 November 2012 at 10:37
sudah 10 tahun lebih kayaknya nggak lewat. Tapi ok deh…. semoga ada waktu yah.
SanG BaYAnG
29 November 2012 at 02:40
Aha.., luama banget Om..
Okey..lah.. Sips.. π
lambangsarib
29 November 2012 at 12:10
iya, jadi kangeeen
SanG BaYAnG
30 November 2012 at 01:46
Hehehe.., semoga rasa kangenya akan mengatar kita kemanapun tujuan itu ya Om.. π
lambangsarib
30 November 2012 at 09:05
ok seeep
SanG BaYAnG
1 Desember 2012 at 01:31
Joss.. lagi..
kangyaannn
25 November 2012 at 15:04
setiap baca puisi gan Bay, saya salalu berusaha memaknai pesanya, banyak yg gak bisa saya tangkap pesanya karena ke-awaman saya… ujung ujungnya gak komen sekedar nge-like hehe.
untuk puisi di atas ada nada pasrah dan berserah… tapi itu juga gak tau bener apa gak….
SanG BaYAnG
26 November 2012 at 02:15
Sama Kang.., saya juga masih awam..
Hehehe.., tahu aja ne si Akang.. π
Muh Nahdhi Ahsan
25 November 2012 at 14:23
Soyo suwe puisi iso dadi kategori cerpen…
SanG BaYAnG
26 November 2012 at 02:12
Bisa jadi mas..hehehe.. π
Terimakasih banyak Mas Muh..
zasseka
25 November 2012 at 03:39
aduh… bahaya cerita cerita, mesti dadi tulisan hebat sang bayang π
SanG BaYAnG
25 November 2012 at 03:42
Hehehe.., namanya juga cerita..
Bukankah tulisan juga berasal dari cerita, pengelaman, pengamatan Boss..hahaha.. π
zasseka
25 November 2012 at 03:55
ahahahhahahahsyem
hahahahahmbuh! π
SanG BaYAnG
25 November 2012 at 03:57
sak karep..
danirachmat
25 November 2012 at 03:34
Indah…
SanG BaYAnG
25 November 2012 at 03:36
Hehehe.., rupanya Mas Dani belum tidur.. π
Terimakasih banyak Mas.. #jadi senyum-senyum sendiri akibat di puji.. π